Suku Dayak Pedalaman
Suku Dayak atau urakng Dayak adalah
penduduk asli yang sebagian besar menghuni daerah pedalaman Kalimantan. Wilayah
pemukimannya meliputi seluruh pulau Kalimantan, yaitu Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Disamping itu
mereka mendiami Kalimantan Utara yang kini menjadi wilayah federasi Malaysia
dan Kesultanan Brunai Darusalam. Sub suku Dayak yang mendiami daerah itu adalah
Dayak Murut yang mendiami daerah Malaysia Timur, bagian Sabah dan bagian utara
Kalimantan Timur.
a.
Nama
Dayak adalah nama bagi penduduk lain yang tidak beragama Islam.
b.
Nama ini terkadang digunakan untuk membedakan
suku yang hidup di daerah pedalaman dengan suku Melayu yang mendiami daerah
pesisir. Disamping itu ada pula orang Dayak yang beragama Islam, namun mereka
tetap disebut Melayu, sehingga nama Dayak sering digunakan untuk membedakan
suku asli yang masih memeluk agama asli (Kaharingan), Protestan dan Katholik,
dengan masyarakat yang memeluk agama Islam. Suku Dayak termasuk dalam rumpun bangsa
Austronesia yang berimigrasi ke Asia Tenggara antara tahun 2500 SM-1500 SM.
Migrasi tersebut dimulai dari beberapa daerah disekitar Yunnan, yaitu daerah
Cina Selatan, sungai Yang Tse Kiang, Mekhong dan Menan. Mereka menuju Indonesia
melalui Malaysia Barat kemudian menyebar ke Sumatera, Jawa, Bali dan sebagian
ke Kalimantan yang termasuk dalam ras Mongoloid atau mempunyai kecocokan dengan
ciri-ciri ras tersebut.
c.
Migrasi suku Dayak berlangsung dalam kurun
waktu yang panjang dan dibedakan menjadi Proto-Melayu (Melayu tua) dan
Deutro-Melayu (Melayu muda) untuk menunjukkan gelombang perpindahan mereka.
Gelombang pertama berlangsung sekitar tahun 300 SM atau zaman Neolithikum.
Gelombang kedua setelah berbudaya logam yang kemudian dikenal dengan suku Dayak.
d.
Masyarakat Dayak memiliki berbagai tatanan
kehidupan atau adat istiadat yang dijalankan. Segala sesuatu yang berkaitan
dengan adat istiadat merupakan wujud ideal dari kebudayaan yang dipegang teguh
dalam kehidupan sehari-hari. Ia merupakan sistem kebudayaan yang di dalamnya
terdapat sistem norma dan sistem hukum yang menjadi pedoman hidup
masyarakatnya. Mereka menganggap sistem budaya yang mereka miliki mempunyai
nilai tinggi, berharga, bermakna, penting untuk dihayati dan dijalankan dalam
kehidupan. Masyarakat Dayak juga memiliki konsep ketuhanan, kearifan mengelola
hutan dengan cara tradisional, dan kesenian sebagai hasil dari penuangan rasa
estetis religius. Semua itu dianggap sebagai warisan berharga yang harus
dipertahankan dan diwariskan kembali kepada generasi berikutnya.
A. Religi Suku Dayak
Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah
memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama
Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka.
Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian
besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang
telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua
penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan
penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun
demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak
hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga
dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan.
A. Untuk mengungkapkan
apa yang disebut “JUBATA” oleh Masyarakat adat Dayak Kanayatn, agar dapat
dimengerti dan dipahami secara jelas bukanlah merpakan yang sederhana dan perlu
waktu yang cukup banyak, karena tidak dapat dipisahkan dan sangat erat sekali
kaitannya dengan adat, mithe-mithe tentang kejadian alam semesta dan manusia
dan mithe-mithe lainya yang memperlihatkan keterkaitan-keterkaitan antara
manusia dengan makhluk-makhluk lain serta alam lingkungan sekitarnya.
Masyarakat adat Dayak Kanayat yakin bahwa ada dua ruang lingkup alam kehidupan,
yaitu kehidupan alam nyata dan kehidupan alam maya. Yang berada di alam
kehidupan nyata ialah makhluk tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia.
Sedangkan yang berada di alam kehidupan maya antara lain: Ibalis, bunyi’an,
antu, sumangat urakng mati,
dan JUBATA. Kedua alam
khidupan ini dpat saling pengaruh-mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Kekuatan supranatural yang dimiliki oleh seseorang adalah salah satu contoh
dari akibat tersebut di atas. Untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan alam
nyatan dan kehidupan alam maya, serta untuk menata seluruh aspek kehidupan
warganya, hubungan timbal-balik sesama warganya, hubungan warganya dengan alam
lingkungannya, serta penciptanya/Jubata agar tetap serasi dan harmonis, nenek
moyang para leluhur mereka (Dayak Kanayatn) telah menyusun secara arif dan
bijaksana ketentuan-ketentuan, aturan-aturan yang harus ditaati dan dijadikan pengangan
hidup bagi seluruh warganya dan warga keturunannya dari generasi ke generasi
sampai kini, yang terangkum dalam apa yang disebut ADAT.
B. Sistem Kekerabatan
Pada umumnya
masyarakat yang memiliki wilayah tempat tinggal yang tetap dan permanen memiliki
ikatan solidaritas yang sangat kuat sebagai pengaruh kesatuan wilayah tempat
tinggalnya. Oleh karenanya, sebagai suatu masyarakat terdapat didalamnya
persekutuan-persekutuan(gemeenschappen). Persekutuan-persekutuan tersebut ada
yang didasarkan pada keturunan satu nenek moyang (genealogisch factor), ada
yang didasarkan pada daerah atau wilayah yang didiami (territoriale factor) dan
ada pula yang didasarkan gabungan dari keturunan dan daerah atau wilayah yang
didiami (genealogisch-territoriale factor).
•
Menurut Murdock yang dikutip oleh Soekanto dan
Soerjono Soekanto, bahwa kelompok-kelompok kekerabatan secara umum dapat
dibedakan ke dalam tiga bentuk, yaitu; corporate kingroups, occasional
kingroups dan circumscriptive kingroups.
Salah satu bentuk
utama dari kelompok kekerabatan korporatif (corporate kingroups) adalah
keluarga batih (nuclear familiy). Keluarga batih terdiri dari seorang suami,
seorang isteri dan anak-anaknya yang belum menikah termasuk di dalamnya juga
anak tiri atau anak angkat walaupun hak dan kewajibannya berbeda dengan anak
kandung. Berbeda dengan keluarga batih, keluarga luas terdiri dari lebih satu
keluarga tetapi tetap satu garis keturunan (genealogis).
Keluarga batih
merupakan bentuk universal dari kelompok kekerabatan korporatif. Sedangkan yang
tidak universal sifatnya dibedakan menjadi dua, yaitu:
·
Kelompok yang menarik garis dengan mengambil seorang tokoh atau satu keluarga
yang masih hidup sebagai pusat. (dapat juga disebut sebagai sistem kekerabatan)
·
Kelompok yang menarik garis dengan mengambil nenek moyang tertentu sebagai
patokan hubungan kekerabatan (dapat pula disebut sebagai sistem keturunan).
·
Gabungan kedua kelompok tersebut di atas dapat dikategorikan sebagai kelompok
keluarga luas.
Dalam hubungan
genealogis sebagai dasar terbentuknya sistem kekerabatan, susunan keluarga
dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu:
·
Susunan keluarga menurut garis keturunan pihak bapak (patrilineal);
·
Susunan keluarga menurut garis keturunan pihak ibu (matrilineal);
Gabungan dari
patrilineal dan matrilineal (parental).
Bagi masyarakat Dayak
Bidayuh, susunan keluarga merupakan gabungan dari patrilineal dan matrilineal.
Hal mana garis keturunan laki-laki dan perempuan mempunyai kedudukan yang sama.
Sehingga tidak membedakan antara hak dan kewajiban anak laki-laki dengan anak
perempuan, yang dibedakan hanyalah pembagian tugas pekerjaan untuk kaum
laki-laki dan perempuan.
Sejalan dengan itu
Koentjaraningrat (1980 : 137) menyebutkan bahwa sistem istilah kekerabatan
dalam hubungan kekerabatan mempunyai hubungan erat dengan sistem kekerabatan
dalam suatu masyarakat. Dipandang dari sudut cara pemakaian istilah-istilah
kekerabatan pada umumnya, maka tiap bahasa mempunyai dua macam sistem istilah,
yaitu :
·
istilah menyapa (term of addrees) Istilah menyapa dipakai untuk memanggil
seseorang kerabat apabila ia berhadapan dengan kerabat tadi dalam hubungan
pembicaraan langsung.
·
istilah menyebut (term of reference). istilah menyebut dipakai seseorang
apabila ia berhadapan dengan orang lain, berbicara tentang seorang kerabat
sebagai orang ketiga.
Apabila dikaitkan dengan pendapat tersebut
di atas, maka dalam hubungan kekerabatan bagi masyarakat Dayak Bidayuh terdapat
juga istilah-istilah kekerabatan. Pada masyarakat Dayak Bidayuh istilah
kekerabatan tentang menyapa,
di dalam pergaulan
sehari-hari banyak dipengaruhi oleh adat sopan santun maupun adat istiadat yang
berlaku di dalam masyarakat. Adapun bagaimana adat sopan santun pergaulan itu
dijalankan dalam kehidupan masyarakat Dayak Bidayuh dapat dilihat dengan cara
mengobservasi masyarakat Dayak Bidayuh itu sendiri, mengenai cara bergaulnya
dengan tiap kelas kerabat-kerabatnya. Misalnya bagaimana seseorang berlaku dan
bersikap terhadap anak-anak dan istrinya, terhadap ayah dan ibunya, terhadap
paman-pamannya dan bibi-bibinya baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu.
Begitu juga terhadap saudara-saudara sepupunya baik dari pihak ayah maupun dari
pihak ibu. Selain itu terhadap nenek-neneknya, cucu-cucunya, mertua-mertuanya,
ipar-iparnya, menantu-menantunya dan sebagainya.
Dalam masyarakat Dayak Bidayuh kelakuan
dan sikap terhadap kelas-kelas kerabat itu berbeda-beda. Disamping itu adat
sopan santun yang menentukan kepada siapakah orang harus bersikap menghormati
dan kepada siapakah orang bisa bersikap bebas, sehingga berbeda satu dengan
yang lain. Bagi orang yang masih muda harus lebih hormat kepada yang lebih tua,
sebaliknya orang yang lebih tua hendaknya memberikan contoh atau teladan kepada
yang masih muda.
Sistem kekerabatan dalam keluarga Dayak
Bidayuh sangat ditentukan oleh garis keturunan, yang menjadi pengikat hubungan
orang per orang dalam satu keluarga. Garis keturunan dalam pengertian yang kita
maksudkan di sini ialah yang mengandung makna dan bersumber dari silsilah
keturunan. Artinya semakin jauh jarak keturunan, maka semakin jauh pula
purusnya.
Garis keturunan yang
paling dekat adalah antara ayah, ibu dan anak kandung serta nenek kakek dan
cucu-cucu yang masih terdiri dari satu garis keturunan. Kemudian saudara sepupu
yang terdiri dari sepupu satu kali, sepupu dua kali yakni mereka yang masih
bersaudara ayah atau ibunya serta bersaudara paling dekat atau boleh disebut
sebagai keluarga inti. Biasanya mereka ini masih hidup dalam satu keluarga
besar, yakni terdiri dari ayah, ibu, nenek dan kakek serta anak-anak dan
cucu-cucu. Namun ada juga yang hidup dengan buyut dan cicit-cicit namun
jumlahnya sangatlah terbatas.
Dalam sistem kekerabatan suku Dayak
Bidayuh seseorang boleh bebas mengambil calon teman hidupnya artinya boleh
dalam lingkungan suku itu sendiri (endogamy) maupun di luar sukunya (exogam).
Perkawinan dalam tingkat hubungan keluarga atau hubungan darah dilarang,
misalnya antara sudara sekandung (incest), antara sepupu yang ayah-ayahnya
adalah saudara sekandung (patripararel cousin). Pelangaran dalam hal ini
termasuk hal yang berat karena menurut kepercayaan orang dari suku ini bahwa
roh-roh ghaib tentu akan murka dan mendatangkan bencana dan harus dihapus
dengan upacara adat.
Tanggung jawab keluarga dalam suatu rumah
tangga adalah pada ayah dan ibu, yaitu ayah akan bertanggung jawab pada
masalah-masalah yang ada di luar rumah, misalnya ke ladang, gotong royong dan
sebagainya. Sedangkan ibu bertanggung jawab pada masalah-masalah yang
berhubungan dengan keadaan di dalam rumah. Dari sini jelas dapat dilihat bahwa
pada masyarakat Suku Dayak Bidayuh telah mengenal sistem pembagian kerja antara
laki-laki dan perempuan.
C. Pemikiran Tentang Seni Oleh Suku Dayak
Kesenian merupakan bagian penting dalam
sebuah upacara. Ia tidak hanya mempunyai peranan dalam kehidupan, tetapi
mengandung nilai-nilai religius masyarakat sesuai dengan adat dan kepercayaan
yang dianut masyarakat Dayak. Arti pentingkesenian bukan hanya terbatas pada
pemenuhan kepuasan estetis (hiburan) dan penggambaran budaya, namun dipercaya
mempunyai fungsi, simbol, dan nilai budaya sesuai dengan posisinya sebagai
wadah kreativitas dan intelektualitas masyarakat. Hal ini karena kesenian
mencakup pengertian proses pengintegrasian unsur-unsur tradisional.5. Artinya
unsur-unsur tradisi dalam kehidupan masyarakat Dayak digambarkan dalam kesenian
yang mereka miliki dan dianggap mengandung simbol tertentu sebagai refleksi
kehidupan yang mereka jalani. Ia merupakan pengungkapan nilai estetis dan
ekspresi emosional sesuai dengan lingkup budayanya.
Kesenian dalam masyarakat Dayak merupakan
salah satu unsur budaya yang lahir dari proses intelektualitas dan dimaknai
bersama oleh masyarakat pemiliknya. Ia merupakan produk budaya yang lahir dari
kebersamaan sosial yang bersifat kolektif. Ia juga merupakan wadah kreativitas
masyarakat dengan berpatokan pada nilai-nilai estetis yang di dalamnya terdapat
sistem pemaknaan bersama. Hal ini karena kesenian masyarkat Dayak merupakan
hasil dari proses sosial dan bukan proses perorangan. Artinya walau musik
tersebut diciptakan oleh satu orang, namun dalam perkembangannya ia mengalami
perubahan akibat tingkah laku masyarakat secara kolektif terhadap musik
tersebut, maka secara otomatis mengalami pemaknaan secara kolektif pula, sesuai
dengan sifat masyarakat pendukungnya. Kedekatan seni dengan kehidupan
masyarakat Dayak Kanayatn dapat dikatakan mempengaruhi seseorang untuk
menginterpretasikan sesuatu yang dirasakan dan diyakini, atau sebagai wadah
apresiatif yang berhubungan dengan kehidupan. Ia merupakan pengungkapan simbol,
nilai, dan fungsi, sehingga ketiga unsur tersebut dapat menunjang keberadaan
kesenian dan memberikan makna khusus bagi kehidupan masyarakat.
D. Seni Tari Suku Dayak
1.
Tari Gantar
Tarian yang menggambarkan gerakan orang
menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta
biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya.
Tarian ini cukup terkenal dan sering
disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya
dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq.
Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai
dan Gantar Senak/Gantar Kusak.
2.
Tari Kancet Papatai / Tari Perang
Tarian ini menceritakan tentang seorang
pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat
lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari.
Dalam tari Kancet
Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi
dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini
diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.
E. Sistem Ekonomi Suku dayak
Ada tiga mitos yang mendasari pikiran para
ahli tentang para peladang Dayak ini: pertama para peladang memiliki tanah
secara komunal dan mengkonsumsi hasilnya secara komunal pula dan tidak memiliki
motivasi untuk melestarikannya, kedua mitos yang selalu menganggap bahwa perladangan
merusak hutan dan memboroskan nilai ekonomi hutan, ketiga mitos yang menganggap
bahwa sistem ekonomi mereka bersifat subsisten dan terlepas dari ekonomi pasar.
Mata pencaharian
Kebanyakan mata pencaharian penduduk adalah berladang berpindah, petani karet,
buruh serabutan, mencari emas . Hanya sebagian kecil yang berprofesi sebagai
pegawai pemerintah dan pedagang, apalagi pejabat pemerintah. Hanya pada dekade
ini ada beberapa putra daerah yang menduduki jabatan-jabatan penting di
pemerintahan.
Alasan utama mata pencaharian penduduk
demikian adalah kurangnya akses ilmu pengetahuan dan teknologi serta minimnya
sarana pendidikan disana. Bayangkan, anak-anak mesti berjalan sejauh puluhan
kilometer dengan berjalan kaki untuk mencapai akses pendidikan. Tak
mengherankan banyak orang tua yang lebih mementingkan pemenuhan kebutuhan
ekonomi daripada pendidikan.
Ada satu hal yang menarik dari kehidupan
masyarakat dayak bidayuh. Keadaan alam yang tidak mendukung usaha pertanian
disikapi dengan membuka ladang pertanian, untuk kemudian dibakar. hal ini
dilakukan untuk menggemburkan tanah. Keadaan alam yang demikian diimbangi
dengan aneka tanaman hutan yang bisa dimanfaatkan sebagai makanan terutama
buah-buahan. Masyarakat Bidayuh sangat jarang mengonsumsi sayuran. Makanan
sehari-hari adalah nasi dan lauk pauk yang diolah sendiri, dengan bumbu-bumbu
khas dayak. Makanan mereka didominasi oleh rasa asin dan asam. Saat musim buah
tiba, sebagian besar profesi berubah menjadi petani buah dadakan. Biasanya buah
yang dipetik dari hutan dibawa kep asar untuk dijual. Mereka telah mengenal
uang seperti halnya kita.
F. Bahasa
Bahasa yang digunakan termasuk kelompok
Ibanic group seperti halnya kelompok Ibanic Lainnya:Kantuk, bugao, desa,
seberuang,Ketungau, sebaruk dan kelompok Ibanic lainnya. Perbedaannya adalah
pengucapan / logat dalam kalimat dengan suku serumpun yakni pengucapan kalimat
yang menggunakan akhiran kata i dan e, i dan y, misalnya: Kediri” dan Kedire”,
rari dan rare, kemudian inai dan inay, pulai dan pulay dan penyebutan kalimat
yang menggunakan huruf r ( R berkarat ), serta logat pengucapannya, walauun
mengandung arti yang sama.
G. Rumah tinggal suku dayak
Rumah Betang adalah rumah adat khas
Kalimantan yang terdapat di berbagai penjuru Kalimantan, terutama di daerah
hulu sungai yang biasanya menjadi pusat pemukiman suku Dayak, dimana sungai
merupakan jalur transportasi utama bagi suku Dayak untuk melakukan berbagai
mobilitas kehidupan sehari-hari seperti pergi bekerja ke ladang dimana ladang
suku Dayak biasanya jauh dari pemukiman penduduk, atau melakukan aktifitas
perdagangan (jaman dulu suku Dayak biasanya berdagang dengan menggunakan system
barter yaitu dengan saling menukarkan hasil ladang, kebun maupun ternak).
Bentuk dan besar rumah Betang ini
bervariasi di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang mencapai panjang 150 meter
dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung
dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah
Betang ini saya perkirakan untuk menghindari datangnya banjir pada musim
penghujan yang mengancam daerah-daerah di hulu sungai di Kalimantan. Beberapa
unit pemukiman bisa memiliki rumah Betang lebih dari satu buah tergantung dari
besarnya rumah tangga anggota komunitas hunian tersebut. Setiap rumah tangga
(keluarga) menempati bilik (ruangan) yang di sekat-sekat dari rumah Betang yang
besar tersebut, di samping itu pada umumnya suku Dayak juga memiliki
rumah-rumah tunggal yang dibangun sementara waktu untuk melakukan aktivitas
perladangan, hal ini disebabkan karena jauhnya jarak antara ladang dengan
tempat pemukiman penduduk.
Lebih dari bangunan untuk tempat tinggal
suku dayak, sebenarnya rumah Betang adalah jantung dari struktur sosial
kehidupan orang Dayak. Budaya Betang merupakan cerminan mengenai kebersamaan
dalam kehidupan sehari-hari orang Dayak. Di dalam rumah Betang ini setiap
kehidupan individu dalam rumah tangga dan masyarakat secara sistematis diatur
melalui kesepakatan bersama yang dituangkan dalam hukum adat. Keamanan bersama,
baik dari gangguan kriminal atau berbagi makanan, suka-duka maupun mobilisasi
tenaga untuk mengerjakan ladang. Nilai utama yang menonjol dalam kehidupan di
rumah Betang adalah nilai kebersamaan (komunalisme) di antara para warga yang
menghuninya, terlepas dari perbedaan-perbedaan yang mereka miliki. Dari sini
kita mengetahui bahwa suku Dayak adalah suku yang menghargai suatu perbedaan.
Suku Dayak menghargai perbedaan etnik, agama ataupun latar belakang sosial.
H. pakaian suku dayak
Meskipun kini sudah jarang ditemukan,
masyarakat Dayak Taman juga menciptakan beberapa jenis pakaian tradisional
untuk pelbagai keperluan acara adat. Di antaranya adalah bulang (baju) kuurung.
Ada beberapa macam model: baju kuurung sapek tangan yaitu baju kuurung tidak
berlengan, baju kuurung dokot tangan yakni baju kuurung lengan pendek, clan
baju kuurung langke tangan ialah baju kuurung lengan panjang. Model baju
kuurung sesungguhnya sudah tua. Ketika masyarakat dayak Taman baru mengenal
baju dari kulit kayu modelnya berbentuk baju kuurung. Baju berlubang leher
bentuk bulat atau segitiga ini tidak berkerah clan polos tidak bersaku. Kain
berupa pita berwarna lain daripada warna bajunya dijahitkan pada bagian tepi
baju. Yada pita itu dipasang kancing-kancing yang hanya berfungsi sebagai
hiasan. Sekarang, baju kuurung hanya dipakai oleh para balien (dukun) dengan
memilih warna hitam clan pada bagian-bagian pinggir bajunya diberi les atau
pita kain warna merah yang lebarnya sekitar 3 cm. Yang dipakai oleh para balien
wanita disebut bulang kalaawat.
Bentuknya sama dengan
bulang kuurung hanya bagian depannya terbelah seperti kemeja pria biasa, clan
berlengan pendek. Sebagai kancing untuk mempertemukan kedua sisi baju dibuat
dari tali kain berwarna. Dahulu, baju kalaawat ini dipakai oleh setiap wanita
remaja, dewasa, clan orang tua. Sekarang hanya dipakai oleh dukun-dukun wanita,
dan wanita lanjut usia.
Dari berbagai ragam
busana tradisional yang dimiliki masyarakat Dayak Taman, baju burai king burai
clan baju manik king manik, agaknya, yang paling popular sehingga hampir setiap
keluarga Dayak Taman memilikinya. Terutama baju burai king burai, yang kerap
digunakan pada peristiwa-peristiwa penting seperti perhelatan adat atau
perkawinan.
I. Keunikan Suku Dayak
Dari keseluruhan Suku Dayak, orang Punan
inilah yang paling terbelakang baik budaya maupun kehidupan mereka. Secara umum
kehidupan mereka terbilang unik dengan tinggal di goa-goa anak anak sungai dan
lain sebagainya. Mereka juga tak mengenal pakaian bagus dan kemajuan zaman.
Lebih aneh lagi dari kehidupan masyarakat Punan ini adalah secara umum mereka
merasa takut dan alergi terhadap Sabun . Entah apa sebabnya tak ada yang
mengetahui secara pasti.
Keadaan hidup seperti ini membawa mereka
selalu berpindah pindah dari satu tempat ke lain tempat dan terus menghindar
dari kelompok manusia lain. Dalam kepercayaan mereka para leluhur lah yang
menghendaki demikian. Dengan banyak tanda yang diberikan semisal ada diantara
mereka yang meninggal. Setelah dikubur, serentak mereka berpindah menuju daerah
lain. Mereka sangat percaya kalau roh yang meninggal akan bergentayangan
membuat mereka tak akan merasa tenteram. Warga Punan ini disebut juga warga
pengembara dan hidup dalam satu kelompok tanpa berpisah pisah.
Mereka juga senang dengan makanan yang
masih mentah seperti sayur sayuran hutan yang berasal dari pohon nibung atau
banding (teras dala). Begitu pula dengan daun pakis, atau labu hutan yang
memang banyak terdapat. Soal beras tak terlalu perlu bagi mereka. Makanan utama
mereka adalah umbi dan umbut umbutan hutan, ditambah dengan daging buruan yang
mereka temukan. Untuk daging inipun jarang mereka masak. Jika ada binatang
buruan yang didapat mereka lebih suka menjemur daging-daging tersebut di
matahari panas sehingga menjadi daging asinan atau dendeng.
J. Kesaktian Suku Dayak
J. Kesaktian Suku Dayak
Manusia perkasa di hutan rimba. Mereka
bisa menghilangkan diri hanya dengan berlindung di balik sehelai daun. Jejaknya
sulit diikuti. Mereka berjalan miring dan sangat cepat. Tubuh mereka ringan
karena tidak makan garam. Orang Punan sangat ditakuti oleh suku lainnya karena
merupakan suku yang berani dan berilmu tinggi. Mereka memiliki kelebihan
insting dalam berburu dengan kecepatan luar biasa. Selain kecepatan, suku Punan
juga dianugerahi kekuatan fisik yang luar biasa, seorang perempuan saja bahkan
dapat mengangkat motor perahu berkekuatan 40 PK dengan mudahnya. Padahal
biasanya dibutuhkan dua orang pria untuk mengangkat benda berat tersebut.
Mungkin kekuatan tubuh yang di atas rata-rata mereka dapatkan dari tempaan
alam. Orang-orang Punan ini juga memiliki kelebihan dengan penciuman mereka.
Mereka tahu ada sesuatu melalui arah bertiupnya angin. Hebatnya mereka bisa
membedakan bau manusia, dan binatang binatang dengan jarak yang cukup jauh.
Walaupun dalam kondisi apapun mereka tahu kalau bau binatang atau manusia yang
tercium membahayakan mereka.
K. Keahlian Berperang Suku Dayak Punan
Konon, orang Punan jaman dahulu sangat
ditakuti oleh suku Dayak lainnya karena mampu berperang dengan baik. Sebagai
“pemburu kepala” atau “ngayau” (dalam bahasa Inggris diistilahkan head hunter).
Termasuk dalam kategori suku kanibal karena mempunyai kebiasaan memenggal,
memakan hati dan isi perut lawannya adalah hal yang lumrah mereka lakukan.
Mereka juga punya kebiasaan memakan bagian punggung kanan musuhnya yang tewas
dalam perang karena bagian tubuh itulah yang diyakini paling enak dimakan.
Dalam keseharian mereka selalu waspada dan
siap berkelahi dengan siapapun, termasuk binatang-binatang ganas di dalam
hutan. Tradisi siap tempur ini diwarisi semenjak nenek moyang mereka
sebagaimana diceritakan di atas tadi. Mereka memiliki ilmu bela diri yang
sangat tangguh dan berbeda dengan ilmu bela diri secara umum yang ada di
masyarakat. Mungkin ilmu bela diri yang mereka miliki adalah ilmu yang mereka
bawa dari daratan Cina asal-usul leluhur mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar